27 November 2011

Senjaku Sore Ini

Senja sore ini tiada berbeda dengan senja-senjaku kemarin. Seperti apa sih senja yang berbeda. Bagiku. Senja itu sama, sama inadhnya, sama mengesankannya, sama menjadikannya kenangan yang penuh dengan kesalahan yang juga pantas kusyukuri
Sore ini hari bebasku. Bebas les, bebas tugas, bebas ulangan dan bebas dari segala yang membebankan daya dan fikirku. Kusegarkan sejenak fikiran yang bila dibayangkan mungkin seperti roda yang terseok seok mengelilingi 2pi diameternya.
Kulangkahkan kaki ke balkon rumahku yang tanpa sengaja mengarah langsung kea rah awan yang cerah dengan kekuning kuningannya mencerminkan senjannya. Kuputuskan untuk duduk sejenak dan pikiranku melayang jauh
Ketika kudengar lagu lagu melankolis, saat itulah romaku serasa teringatkan pada dirinnya yang dulu menjadi kawan bersuara emasku. Ingat aku akan Pulau Dewata yang dulu menjadi latar kisah itu. Kisah yang takkan bisa terlukis indah lagi walau sepuluh sujud kumeminta padaNya. Atau hanya keajaibany yang mampu memutarkannya lagi untuku. Dia tersenyum kepadaku. Memandang dengan mata merahnya , mata yang semerah mawar merah yang tepat memekarkan dirinnya. Dia tersenyum manis yang manisnya itu dapat kurasakan kembali walau samar samar senyum itu terbaur dengan kesedihan perpisahan. Perpisahan yang kini membentangiku dan tak dapat dipungkiri itu adannya.
Senyum itu tak tahu apa itu artinnya. Aku pun tak tahu pasti apa iya dia memandangku kala itu. Atau sekedar rasaku yang mengharap lebih. Itupun aku tak mampu menanyakannya, karna aku hanya bisa menulisnya, menulisnya menjadi sebuah keabadiankku, yang bisa kubaca untuk mengingatnya. Sekali lagi aku hanya bisa bertanyya tanpa terjawab semua tanyaku itu. Hingga kini mungkin hanya terbesit pembodohan akan manisnya cinta yang salah kukecap. Kurasa walau seharusnya itu takkurasa. Kupinta walau itu bukan dayaku. Dan Kuharap walau pinta itu belum terbayar
Kuingat lagi senyum manis yang jelas itu untukku dan aku mengacuhkannya kala itu. Tapi itu tak seperti waktuku diam sendiri, kala itulah kubalas senyumnya yang mungkin tak sampai senyumku itu padannya. Kurasa lagi kehangatan senyum yang hingga kini justru kian membara.
Senyum itu mungkin semakin lama semakin memudar karna kumengacuhkannya atau mungkin Karena semua itu karena kehadirannya yang lebih berarti bagimu, AKu tak tahu itu dan hanya kau yang tahu itu.
Maghrib menjelang dan masih kunikmati senja itu menemani adzan ku yang meringkih berpeluh rindu sobatku yang kini entah bagaimana kebaikanya.
~Jessica Rahma Prillantika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

donor komentar <( ‾▿‾)>