Senja
sore ini tiada berbeda dengan senja-senjaku kemarin. Seperti apa sih senja yang
berbeda. Bagiku. Senja itu sama, sama inadhnya, sama mengesankannya, sama
menjadikannya kenangan yang penuh dengan kesalahan yang juga pantas kusyukuri
Sore
ini hari bebasku. Bebas les, bebas tugas, bebas ulangan dan bebas dari segala
yang membebankan daya dan fikirku. Kusegarkan sejenak fikiran yang bila dibayangkan
mungkin seperti roda yang terseok seok mengelilingi 2pi diameternya.
Kulangkahkan
kaki ke balkon rumahku yang tanpa sengaja mengarah langsung kea rah awan yang
cerah dengan kekuning kuningannya mencerminkan senjannya. Kuputuskan untuk
duduk sejenak dan pikiranku melayang jauh
Ketika
kudengar lagu lagu melankolis, saat itulah romaku serasa teringatkan pada
dirinnya yang dulu menjadi kawan bersuara emasku. Ingat aku akan Pulau Dewata
yang dulu menjadi latar kisah itu. Kisah yang takkan bisa terlukis indah lagi
walau sepuluh sujud kumeminta padaNya. Atau hanya keajaibany yang mampu
memutarkannya lagi untuku. Dia tersenyum kepadaku. Memandang dengan mata
merahnya , mata yang semerah mawar merah yang tepat memekarkan dirinnya. Dia
tersenyum manis yang manisnya itu dapat kurasakan kembali walau samar samar senyum
itu terbaur dengan kesedihan perpisahan. Perpisahan yang kini membentangiku dan
tak dapat dipungkiri itu adannya.
Senyum
itu tak tahu apa itu artinnya. Aku pun tak tahu pasti apa iya dia memandangku
kala itu. Atau sekedar rasaku yang mengharap lebih. Itupun aku tak mampu
menanyakannya, karna aku hanya bisa menulisnya, menulisnya menjadi sebuah
keabadiankku, yang bisa kubaca untuk mengingatnya. Sekali lagi aku hanya bisa
bertanyya tanpa terjawab semua tanyaku itu. Hingga kini mungkin hanya terbesit pembodohan
akan manisnya cinta yang salah kukecap. Kurasa walau seharusnya itu takkurasa.
Kupinta walau itu bukan dayaku. Dan Kuharap walau pinta itu belum terbayar
Kuingat
lagi senyum manis yang jelas itu untukku dan aku mengacuhkannya kala itu. Tapi
itu tak seperti waktuku diam sendiri, kala itulah kubalas senyumnya yang
mungkin tak sampai senyumku itu padannya. Kurasa lagi kehangatan senyum yang
hingga kini justru kian membara.
Senyum
itu mungkin semakin lama semakin memudar karna kumengacuhkannya atau mungkin
Karena semua itu karena kehadirannya yang lebih berarti bagimu, AKu tak tahu
itu dan hanya kau yang tahu itu.
Maghrib menjelang dan masih kunikmati senja itu menemani
adzan ku yang meringkih berpeluh rindu sobatku yang kini entah bagaimana
kebaikanya.
~Jessica Rahma Prillantika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
donor komentar <( ‾▿‾)>